Kiamat masih jauh


Beberapa hari terahir kita sering mendengar banyak berita tentang kejadian-kejadian atau fenomena alam.Media kita sepertinya mendapat angin segar karena mereka mendapatkan berita yang bisa di expose dan di nikmati orang banyak yang bisa menaikkan rating mereka di kancah pertelevisian.Dan kebanyakan dari berita itu adalah berita tentang akan datangnya hari kiamat.Seperti hujan darah di India,atau hujan ikan di Australia.Yang lebih mencengangkan adalah berita tersebut belum terbukti kebenaranya karena media dunia selalu menganggap apapun yang di dapat dari Youtube(salah satu situs penyimpanan file video terbesar di sunia) adalah benar.Sementara media Indonesia memanfaatkan hal ini untuk berbuat ulah di mana memang sebagian masyarakatnya masih gampang di bodohi mulai menebar berita tanpa kebenaran yang buntutnya menyesatkan bahkan membuat resah.Semua orang takut,bukan cuma orang yang tidak ber-agama,bahkan mereka yang ber-agamapun juga takut.Seakan-akan dunia sebentar lagi akan berakhir.Secara psikologis ini menimbulkan ketakutan bagi banyak orang.Sebagai contoh adalah mereka yang mau membuka usaha atau berwiraswasta merasa agak sedikit bimbang dam mamang atau ragu.Lalu kapan bangsa ini maju jika media kita setiap saat menebar ketakutan yang mengakibatkan masyarakat kita berfikir pesimis?
Pendek kata,”buat apa bekerja toh sebentar lagi akan kiamat”

Kebebasan pers yang salah kaprah…..
Bagi mereka yang berfikir jernih menela’ah berita ini tentu tidak berpengaruh,namun bagi mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk menerima sebuah berita tentu akan menjadi hal lain.
Di sinilah peran Majelis Ulama Indonesia atau MUI di pertanyakan.MUI yang sering membuat fatwa tanpa pertimbangan yang mendasar dan sepihak tampaknya tidak berani menunjukkan diri.Kemana dia?
Inilah kelemahan agama islam di Indonesia.Dimana majelisnya hanya bisa membuat peraturan tanpa perlindungan.Di saat umat membutuhkan,mereka tak pernah tampak.Ingatkah anda ketika undang-undang pornografi di bahas?MUI menjadi salah satu bagian yang selalu turun tangan jika terjadi pelanggaran soal pornografi,jika terlihat ada tubuh kaum hawa yang ter-expose media.Animo masyarakat berkembang menjadi “MUI hanya mau melihat siapa saja yang bugil di televisi lalu mencekalnya”.Jadi intinya MUI sudah melihat berita tersebut atau mungkin sudah menikmati berita tersebut secara diam-diam.Lalu dia seolah-olah bekerja dengan mencekal mereka.

Ironi memang kehidupan beragama bangsa ini dari tahun ke tahun,bahkan bisa di bilang mengenaskan.Semua orang mencari nama dengan kedok agama dan mengatas namakan tuhan.Politikus kotor-pun bisa berkata ,”Insya Allah saya akan menjadi pemimpin yang amanah”.
Dengan berkata insya Allah,mereka menggunakan senjata secara lunak dan menyebut diri mereka seola-olah mereka orang yang taat beragama dan pasti tidak akan menyelewengkan uang rakyat.Masyarakat kita memang masih belajar untuk mengerti bahwa agama,sampai kapanpun tidak bisa di kaitkan dengan politik.Agama mengenal kasih sayang,politik hanya mengenal kekuasaan dan keserakahan.Dalam semua agama di ajarkan agar kita menyayangi semua manusia sampai hayat kita berakhir.Namun politik berkata lain,tak ada musuh abadi dan tak ada teman abadi di dalam politik.Di dalam agama,persahabatan di anjurkan agar abadi,namun jika di dalam politik,yang sekarang menjadi teman mungkin besok sudah menjadi lawan adalah hal yang biasa.
Inilah yang perlu kita khawatirkan selain kiamat kecil yaitu kematian.Karena kiamat besar sesungguhnya hanya tuhan yang tahu,dan tak ada tanda-tanda yang pasti.Namun jika agama sudah di racuni untuk kemunafikan,apalah arti kehidupan ini buat anak cucu kita.Walaupun mereka hidup di dunia,namun akan terasa seperti orang mati karena mereka tidak menemukan agama yang sesungguhnya,agama yang benar-benar agama,bukan cuma namanya saja.

Jangan kuatirkan kiamat,kuatirkan saja kehidupan agama kita yang sebentar lagi kiamat, karena kita tidak mau mengerti bahwa agama tidak akan bisa di kaitkan atau bahkan di satukan dengan politik.
Agama tetap agama,politik tetap politik yang penuh kekotoran.